Senin, 27 Januari 2014

KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI MALUKU

22012014324.jpg

M A K A L A H
KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI MALUKU


DI SUSUN OLEH :
RESKA NURUL AINI LASARITA
NPM : 2012 12 040


KELAS : III.2 A (TULEHU)




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
2014










Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kiat Pendidikan Matematika di Maluku”.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Tulehu, 28 Januari 2014

                                                                                                                                Penyusun












DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Perkembangan Matematika
1.2 Keterbatasan Matematika
1.3 Manusia sebagai Wahana Pendidikan

BAB II Hakikat Matematika
2.1. Definisi Matematika
2.2. Karakterisrik Matematika
2.3. Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika

BAB III Matematika Sekolah
3.1. Definisi Matematika Sekolah
3.2. Tujuan Pendidikan Mateamtika
3.3.Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan Symbol
      Sense

BAB IV Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika
4.1. Arah pembelajaran dan pengembangan Peserta Didik
4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya.

BAB V Kiat Guru Matematika
5.1. Melihat Masa Depan
5.2. Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
5.3. Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik

BAB VI Tantangan Pendidikan Guru
6.1. Matematikawan dan Pendidikan Matematika
6.2. Pendidikan Guru Matematika

BAB VII Tantangan Pendidikan Guru Matematika di Maluku
7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku
7.2. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


Section 1.01 Perkembangan Matematika

Perkembangan matematika ini sangat berkaitan pada sejarah matematika itu sendiri. Perkembangan ini dimulai dari perkembangan matematika sebelum abad 15-16, perkembangan matematika abad 15-16, perkembangan matematika setelah abad 15-16.

Ø  .        Perkembangan matematika sebelum abad 15-16
1)   Matematika Prasejarah (Prehistoric Mathematics)
Asal usul pemikiran matematika terletak pada konsep angka, besar, dan bentuk. Konsep angka juga telah berevolusi secara bertahap dari waktu ke waktu. Seperti halnya pada zaman purba, berabad-abad sebelum Masehi, manusia telah mempunyai kesadaran akan bentuk-bentuk benda di sekitarnya yang berbeda. Seperti batu berbeda dengan kayu, pohon yang satu berbeda dengan pohon yang lain. Kesadaran seperti ini yang menjadi bibit lahirnya matematika terutama pada geometri. Itulah sebabnya geometri dianggap sebagai bagian matematika yang tertua.[1][1]

2)   Timut Dekat Kuno (Ancient Near East)

  Mesopotamia (Matematika Babylonia)
Matematika babylonia telah mengembangkan matematika dengan menuliskan tabel perkalian pada tablet tanah liat, menangani latihan geometri, masalah pembagian serta mencakup topik mengenai pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan perhitungan pasangan berbalik nilai. Pada masa ini telah ditulis sistem angka sexagesimal (basis-60). Dari sini berasal penggunaan modern dari 60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat dalam lingkaran, serta penggunaan detik dan menit dari busur untuk menunjukkan pecahan derajat.[2][2]

Mesir (Matematika Mesir)
Teks matematika yang paling luas adalah papirus Rhind (Papyrus Ahmes) yang berisi tentang uraian belajar aritmatika, geometri, teori bilangan, dan persamaan linier.[3][3]

Yunani  (Matematika Yunani dan Helenistik)
Matematikawan Yunani menggunakan logika untuk mendapatkan kesimpulan dari defenisi dan aksioma dan digunakan ketelitian matematika untuk bukti mereka. Thales dari Miletus adalah matematikawan pertama yang menerapkan penalaran deduktif pada geometri.[4][4]

 India (Matematika India)
Cataan tertua matematikawan India seperti The Sulba Sutra berisi lampiran teks-teks agama yang memberikan aturan sederhana untuk membangun altar berbagai bentuk, seperti kotak, persegi panjang, dan lain-lain. lampiran ini juga memberi metode untuk membuat lingkaran dengan memberikan persegi yang luasnya sama. Sedangkan catatan The Siddhanta Surya memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan sinus invers, dan meletakkan aturan untuk menentukan gerakan yang sebenarnya posisi benda-benda langit. Madhava dari Sangamagrama menemukan seri Madhava-Leibniz dan menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.[5][5]

Matematika Islam (Abad Pertengahan)
Matematikawan Persia, Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi sering disebut "bapak aljabar" menulis beberapa buku metode untuk memecahkan persamaan aljabar. Perkembangan lebih lanjut dalam aljabar dibuat oleh Al-Karaji dengan memperluas metodologi untuk menggabungkan kekuatan dan akar integer-integer dari jumlah yang tidak diketahui.[6][6]
Sedangkan Omar Khayyam menulis Discussions of the Difficulties in Euclid, sebuah buku tentang kelemahan dalam Euclid's Elements, terutama postulat paralel dan meletakkan dasar untuk geometri analitik dan geometri non-Euclidean. Sharaf al-Din al-Tusi memperkenalkan konsep fungsi dan dia adalah orang pertama yang menemukan turunan dari polinomial pangkat tiga yang dikembangkan dari konsep kalkulus diferensial.

3)   Matematika Eropa Abad Pertengahan (Medieval European Mathematics)

Abad Pertengahan Awal (Early Middle Ages)
Pada masa ini, Boethius seorang matematikawan memasukkan matematika ke dalam kurikulum ketika menciptakan quadrivium istilah untuk menggambarkan studi aritmatika, geometri, astronomi, dan musik.

Kebangkitan Kembali (Rebirth)
Semenjak buku Khawarizmi The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing diterjemahkan dan teks lengkap Euclid's Elements. Berdampak dengan banyaknya pembaruan dalam matematika. Seperti halnya Fibonacci yang menulis dalam Abaci Liber.[7][7]

Ø  Perkembangan matematika abad 15-16

Perkembangan matematika hampir berhenti antara abad keempat belas dan paruh pertama abad kelima belas. Karena banyak faktor-faktor sosial menyebabkan situasi ini. Namun pada awal pertengahan abad kelima belas terjadi perubahan secara bertahap.

Ø  Perkembangan matematika setelah abad 15-16

Pada abad ke-17, Simon Stevin menciptakan dasar notasi desimal modern yang mampu menggambarkan semua nomor, baik rasional atau tidak rasional. Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman, mengembangkan kalkulus dan banyak dari notasi kalkulus masih digunakan sampai sekarang.
Ahli matematika yang paling berpengaruh pada abad ke-18 adalah Leonhard Euler. Kontribusinya berupa pendirian studi tentang teori graph dengan Tujuh tangga dari masalah Königsberg untuk standardisasi banyak istilah matematika modern dan notasi serta mempopulerkan penggunaan π sebagai rasio keliling lingkaran terhadap diameternya. Selanjutnya Joseph Louis Lagrange banyak memiliki karya pada matematika, seperti teori bilangan, aljabar, kalkulus diferensial dan kalkulus variasi
Pada abad ke-19, banyak matematikawan yang mengkaji berbagai bidang pada matematika. Seperti Hermann Grassmann di Jerman memberikan versi pertama ruang vector, William Rowan Hamilton di Irlandia mengembangkan aljabar noncommutative, George Boole di Inggris merancang aljabar yang sekarang disebut aljabar Boolean yang  menjadi titik awal dari logika matematika dan memiliki aplikasi penting dalam ilmu komputer, dan Georg Cantor mendirikan dasar pertama dari teori himpunan.   
Salah satu tokoh fenomenal  dalam matematika abad ke-20 Srinivasa Aiyangar Ramanujan, seorang otodidak India yang membuktikan  lebih dari 3000 teorema. Termasuk sifat-sifat angka yang sangat komposit, fungsi partisi dan asymptotics, dan fungsi theta. Dia juga membuat investigasi besar di bidang fungsi gamma, bentuk modular, seri berbeda, seri hipergeometrik dan teori bilangan prima. Perkembangan terakhir adalah pada tahun 2003 konjektur Poincaré diselesaikan oleh Grigori Perelman.


Section 1.02 Keterbatasan Matematika 

Bahan Alkitab: Tawarikh 15:7

Keterbatasan manusia adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan, baik dalam pikiran, perasaan, perbuatan, maupun dalam karya manusia. Manusia mampu membuat pesawat dengan teknologi yang sangat tinggi, namun tetap saja ada kerusakan yang terjadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa sehebat apapun, manusia tetap memiliki keterbatasan.


Memahami keterbatasan manusia

Ketika Allah menciptakan dunia beserta isinya, manusia diciptakan secara sempurna oleh Tuhan sebagai makhluk yang mulia. Manusia dilengkapi dengan akal budi dan pikiran yang sempurna. Namun, dalam perjalanan hidup selanjutnya, manusia tidak mampu menjalani perintah yang telah diberikan oleh Tuhan, akhirnya manusia jatuh ke dalam dosa. Dosa tidak hanya menjadi pelanggaran terhadap perintah Tuhan, tetapi juga merupakan sikap pemberontakan manusia terhadap otoritas Allah. Sebagai penerima mandat Allah, manusia tidak mampu menjalankan seluruh perintah Allah, sehingga tetap berada dalam keterbatasannya.

Menyadari bahwa setiap orang memiliki keterbatasan
Pemahaman akan keterbatasan manusia membawa manusia pada sebuah kesadaran bahwa ia terbatas. Tanpa adanya kesadaran tersebut, manusia tidak akan menyadari dirinya yang sesungguhnya. Manusia harus berada pada sebuah pemikiran bahwa ia hanyalah manusia terbatas yang memiliki kelemahan dan kekurangan. Kelemahan dan kekurangan yang dimiliki bukanlah sebuah halangan ataupun alas an bagi manusia untuk berkarya dalam dunia ini.
Allah masih memiliki rencana indah bagi setiap manusia, meskipun kita memiliki keterbatasan. Manusia mempunyai potensi untuk memperbaiki hubungan dengan Allah, sesame, dan ciptaanNya. Alkitab tidak mengakhiri kesaksianNya dan meninggalkan manusia dalam kegelapan dan tidak berpengharapan. Alkitab menyaksikan bahwa ada perdamaian dengan Allah. Allah tetap mengasihi manusia, asalkan mau memperbaiki dan menyadari setiap keterbatasannya.


Section 1.03 Manusia sebagai Wahana Pendidikan

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.[8][1] Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks.[9][2] Karena sifatnya yang kompleks itu, maka dalam penulisan ini hanya memfokuskan pada Pendidikan dalam pengembangan potensi manusia untuk menjadi Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Manusia sejak lahir telah dibekali potensi dalam dirinya, namun untuk mengembangkan potensi tersebut dibutuhkan yang namanya Pendidikan.
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak hal baru yang perlu dipelajari oleh manusia terutama pada bidang Ilmu Pengetahuan, seperti kemajuan Ilmu Pegetahuan Teknologi dan Informasi,  dan itu akan dapat dipelajari melalui pendidikan. Adapun orang yang dapat mempelajari secara otodidak tidak seefektif orang yang mempelajari melalui disiplin ilmu secara khusus yang membahas bidang ilmu tersebut.
Sehingga mengapa pendidikan itu sangat penting bagi setiap orang, karena pendidikan selain dapat membentuk kepribadian seorang individu, pedidikan juga dapat melahirkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Demikian dengan sebuah Negara, bidang utama yang dikembangkan itu ialah Pendidikan, karena yang menentukan maju atau berkembangnya sebuah Negara salah satu faktornya adalah pendidikan. Selain itu, pendidikan tidak hanya berlaku bagi anak didik, pendidikan juga sangat perlu bagi pendidik. Jadi, fungsi pendidikan akan terlihat sebagai wahana pembangunan Sumber Daya Manusia untuk menunjang masa depan bangsa. Apalah arti kuantitas bila tak ada kualitas.
2.   Pendekatan- Pendekatan Dalam Teori Pendidikan
Dalam mempeajari pendidikan sebagai suatu teori yang berisikan konsep-konsep, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan-pendekatan dalam menyusun teori pendidikan, terdiri dari pendekatan sains, pendekatan filosofi, pendekatan religi, dan pendekatan multi disiplin.[10][1]
Ø  Pendekatan Sains
Pendekatan sains dalam pendidikan (Science of education), yaitu suatu pengkajian dengan menggunakan sains untuk mempelajari, menelaah, dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Adapun bebrapa jenis sains pendidikan yang dihasilkan, diantaranya: Administrasi Pendidikan, merupakan cabang sains pendidikan, sebagai aplikasi dari ilmu manajemen, dipengaruhi dan bersumber dari hasil penelitian dalam bidang manajemen. Serta, Teknologi Pendidikan, sebagai aplikasi dari sains dan teknologi, sangat dipengaruhi oleh perkembangan dan hasil penelitian dalam bidang teknologi. Henderson mengemukakan bahwa sains pedidikan pada dasarnya ingin menyumbangkan pengetahuan yang diperoleh melalui eksperimen, analisis, pengukuran, perhitungan, klasifikasi, dan perbandingan.
Jadi, kajian teori diatas dapat dipahami bahwa pendidikan yang dikaji melalui sains merupakan aktifitas belajar yang menggunakan metode penelitian dan mempunyai prosedur yang terencana dan cermat, serta melakukan eksperimen-eksperimen ilmiah.
Ø  Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filosofis disebut filsafat pendidikan. Menurut Henderson, filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan/diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan masalah pendidikan. Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam kehidupan, dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia.pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak  hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata. Masalah tersebut diantaranya tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia.
Ø  Pendekatan Religi 
Pendekatan religi terhadap pendidikan berarti bahwa suatu ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep-konsep pendidikan yang dapat dijadiakan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan dapat  dijadikan sumber dalam menentukan tujuanpendidikan, materi pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan. Metode yang digunakan dalam menyusun teori pendidikan adalah tesis deduktif. Dikatakan tesis, karena bertolak dari dalil-dalil atau aksioma-aksioma agama yang tidak dapat  kita tolak kebenaranya. Dikatakan deduktif , karena teori pendidikan disusun dari prinsip-prinsip yang berlaku umum, diterapkan untuk memikirkan masalah-masalah khusus. Sebagai contoh, teori pendidikan islam berangkat dari Al-Quran, yang memberikan landasan pemikiran yang berkaitan dengan manusia, siapa manusia, dari mana mausia dan mau kemana manusia, serta harus bagaimana manusia berbuat dalam kehidupan di dunia ini.
Ø  Pendekatan Multidisiplin
Untuk mempelajari suatu konsep yang komprehensif dan menyeluruh dalam mempelajari pendidikan tidak bisa hanya dengan menggunakan salah satu pendekatan atau disiplin saja. Misalnya hanya menggunakan psikologi, sosiologi, filsafat, dan pendekatan religi. Jadi, pendekatan perlu dilakukan adalah pendekatan yang terpadu. Pendekatan filosfi, pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin pendekatan seni, digunakan secara terpadu tidak berdiri masing-masing secara terpisah.
Jadi, dari beberapa pendekatan mengenai teori pendidikan diatas saling beruntutan dan tidak dapat dipisahkan karena saling melengkapi dalam melakukan proses pendidikan serta sasaran dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
3. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3JE3Q5xe785Tof0125HJmxQJuZ0KlhoxWnVdrVMSuAn9MiUPd-XEE8LVuZ544OfNsbqM9BbPpDbjR-Kzad8U3PWr4qG7t5idI4uGZhuOssXbe0GJB51r2MVzc1VLYbhASlzLCutcXfIoB/s1600/HY.jpegMengenai sistem pendidikan di Indonesia, banyak hal yang diatur dalam undang-undang, seperti wajib belajar 9 tahun, landasan dan asas pendidikan, hingga peranan pendidikan di Indonesia. Berikut ini isi mengenai undang-undang sistem pendidikan di Indonesia:
1.      Menurut UU-RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan setiap warga Negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal minimal sampai tamat SMP[11][2].
Jadi, dapat dilihat dari isi undang-undang tersebut bahwa pemerintah Indonesia menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi bangsanya, sehingga menerapkanwajib belajar 9 tahun untuk anak-anak usia sekolah.
2.      Menurut UU-RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1 telah ditetapkan antara lain bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Selain itu pula dinyatakan dalam UU No. 2 Tahun 1989 bahwa “Dalam kehidupan suatu bangsa, dan pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.”[12][3]
Jadi, sudah tergambar dengan jelas betapa pentingnya pendidikan itu bagi masa depan seseorang ataupun masa depan suatu Negara. Masa depan suatu Negara dapat dilihat dari lukisan pendidikan sekarang.
  Batasan Dan Fungsi Pendidikan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyyZ98Ncl_pLLC2avzCKMR7b-5FvUV3ttBd8FnljUUffap7LyoLAwc32RMqjVEopGqra6N2cQ8GVS_K1Tu5rcdKUOxABpXfcy92rbApJvqGtDZPhuzbePVduv-15-SwF819rFDOdrhyKtt/s1600/Jenis+Pendidikan+yang+ada+di+Indonesia.jpg
 
Pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks.kareana itulah, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Berikut ini  babarapa batasan pendidikan  yang berbeda berdasarkan fungsinya:
a.       Pendidikan Sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Nilai-nilai kebudayaan mengalami proses transformasi yang dibagi tiga bentuk transformasi yakni: pertama mengenai nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, dan rasa tanggung jawab. Kedua mengenai yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan ketiga mengenai yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Jadi, proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok. Jika sejak dini peserta didik diajarkan serta ditanamkan tentang budaya kejujuran dan rasa tanggung jawab, maka hari esok mereka sudah mempunyai bekal sebagai anak bangsa yang jujur.
b.      Pendidikan Sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi merka yang belum dawasa oleh mereka yang sudah dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang kedua pendidikan diri sendiri. Kedua-duanya bersifat alamiah dan dan menjadi keharusan. Seperti bayi yang baru lahir, dia belum mempunyai kepribadian. Dia baru individu, untuk memiliki kepribadian maka dia perlu bimbingan, latihan, dan pengalaman dalam pergaulan. Bagi mereka yang sudah dewasa, tetap dituntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat seiring dengan meningkatnya tantangan hidup. Dalam posisi manusia sebagai makhluk serba terhubung, pembentukan pribadi meliputi pengembangan penyesuaian diri terhadap lingkungan diri sendiri, dan terhadap Tuhan. Jadi, melalui pendidikan tersebut manusia dapat mempunyai kepribadian yang dapat menyesuaikan diri dan mandiri.
c.       Pendidikan Sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik. Baik disini bsifat relative, tergantung kepada tujuan nasional dari masing-masing bangsa, oleh karena masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda. Bagi kita warga Negara yang baik diartikan sebagai pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Hal ini ditetapkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27, menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecuainya. Ringkasnya, melalui pendidikan seorang inidvidu dapat menjadi warga Negara yang baik, berlaku adil bagi dirinya dan orang lain, dalam hal ini masalah pemberlakuan hukum tanpa pandang bulu.
d.      Pendidikan Sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan disini diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas bila melihat hal yang sebaliknya, yaitu menganggur adalah musuh kehidupan. Karena dengan bekerja seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidup, serta tidak selalu bergantung pada orang lain. Bila seseorang menganggur, hanya akan menjadi beban orang lain bahkan beban Negara.
Peran pendidikan disini sangat penting, karena melihat perkembangan zaman sekarang yang sudah mengandalkan IT (Ilmu Teknologi), yang dibutuhkan disini adalah tenaga manusia dalam mengoperasikan atau menggerakannya. Jika seseorang tidak mempunyai pengetahuan dalam hal tersebut, maka tidak akan sanggup memasuki dunia kerja yang layak. Kalau dihubungkan dengan Negara, hal ini menggambarkan minimnya sumber daya manusia disuatu Negara tersebut, dari sederetan Negara-negara maju di dunia, semuanya menguasai IT sudah jelas menggambarkan kualitas dari sumber daya manusia di Negara tersebut.
Jadi, uraian diatas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang mampuh membawa Indonesia kearah yang lebih baik. Pendidikan bukanlah satu-satunya faktor kemajuan Indonesia, masih ada faktor lain seperti pemberantasan korupsi. Tetapi, tidak boleh mengkambinghitamkan korupsi sebagai keterpurukan di Indonesia, karena banyak Negara maju yang tingkat korupsinya sangat tinggi, seperti China. Namun, China tetap maju meskipun tingkat korupsinya tinggi, itu karena kualitas dari sumber daya manusia di China sangat berkualitas sehingga kualitas dari sumber daya manusia ini dapat menutupi kekurangan dari China tersebut. Jadi, jika kualitas sumber daya manusia ditingkatkan melalui pendidikan maka korupsi dapat tertutupi. Penigkatan sumber daya manusia disini lebih ditekankan pada penguasaan ilmu teknologi 
Permasalahan Pendidikan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhphYYhfJAz_M82rTrQYQjYyD4gMPcXvBdVoFwheshW53lAEnSVT3vOCfY5nQzypI4H_H72C5U6a7Lb2OrgbLRQbi3BANuwnI3BKOR4VCLbheGn7Aue6GswrSwFuzi6bisoxBUk1ClAqG7O/s1600/potret_pendidikan_indonesia_by_musikeras.jpg

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang dapat menimbulkan permasalahan dalam pendidikan. Adapun permasalahan tersebut seperti masalah pemerataan pendidikan dan masalah mutu pendidikan. Berikut ini pembahasan serta solusi penanggulangannya:

a.       Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan nasional, maka harus membuka kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan merupakan  persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikanitu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tamping dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Solusi dari permasalahan ini begitu banyak, seperti yang sudah diterapkan ataupun sementara diterapkan oleh pemerintah, baik secara konvensional ataupun inovatif. Cara yang ditempuh secara konvensional yakni; membangun gedung sekolah atau ruang belajar, dan menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore). Adapun cara inovatif untuk membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat yang kurang mampuh untuk menyekolahkan anaknya, antara lain; sistem pamong (pendidikan oleh masyarakat, dan guru), SD kecil pada daerah terpencil, sistem guru kunjung, SMP terbuka, kejar paket A dan B, serta belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka.[13][1]
b.      Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Mutu pendidikan dilihat dari kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: apakah keluaran dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, dan berkarya, anggota masyarakat yang social dan bertanggung jawab, warga Negara yang cinta tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial. Dengan kata lain apakah keluaran itu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan lingkungannya. Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Artinya, bahwa pokok  permasalahan  mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran proses pendidikan dijunjung oleh komponen pendidikan seperti peserta didik, tenaga pendidik, dan kurikulum. Contoh, misalnya komponen sarana pembelajaran sudah lengkap namun tidak didukung oleh guru-guru yang terampil maka sumbangan sarana tersebut pada pencapaian tujuan tidak akan optimal.
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi  hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen. Seperti, pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa pelatihan, penataran, dan seminar. Kemudian penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran, dan peralatan laboratorium. Serta peningkatan administrasi manajemen khususnya mengenai anggaran.[14][2] Kemudian, dalam mencapai mutu pendidikan juga telah terdapat dalam kandungan kurikulum Nasional yaitu pendidikan pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan yang juga searah dengan tujuan pendidikan nasional dengan terwujudnya bangsa yang cerdas, manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, terampil dan berpengetahuan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan[15][3] 
  Pendidikan Berkualitas Bagi Anak Bangsa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEho0ouxpEI1KQVVCjZeszByrmrTk_oZXMwn1QAzp6l5SJnMABhROUY4VzMFg-aHkeyZhusKyU3whygV1gEn40L-rcCHYQw25_VV8aP_dphFjTMzRQDhkrO_SpFKrIwVjIb_hOQCCqU-0yZQ/s1600/sekolah.png

Pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung secara terus menerus[16][4]. Jadi, Pendidikan disini tidak semata-mata suatu proses belajar yang berlangsung di sekolah, tetapi pendidikan ini sudah berlangsung ketika seorang anak masih kecil, karena keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama seorang anak, sebagai awal pembentukan pribadi, dan sekolah adalah lembaga pendidikan kedua sebagai penunjang untuk meningkatkan potensi seorang anak, serta masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga untuk mengenalkan anak kepada hal-hal yang terjadi atau berlaku disekelilingnya yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi, seperti aturan-aturan, kebudayaan, dan adat-istiadat.
Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, maka sudah semestinya orang tua mengajarkan anak-anaknya hal-hal baik dan memberi contoh yang baik pula dalam kehidupan sehari-hari, karena seorang anak cenderung meniru. Tahap selanjutnya, memberikan pendidikan melalui bangku sekolah. Mengenai pendidikan di sekolah agar sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, maka sebuah sekolah harus memanfaatkan fasilitas yang ada, dan pemanfaatannya tepat sasaran sehingga mencapai efisiensi yang tinggi. Contoh, adanya distribusi sarana pembelajaran di sebuah sekolah, serta adanya tenaga yang mampu mengoperasikan atau mengaplikasikan sarana tersebut, berarti dapat dikatakan efisien.
Kemudian, yang perlu diperhatikan adalah pendidik. Jika ingin pendidikan tersebut berkualitas, maka pendidik yang ada di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya tersebut harus memiliki kemampuan, keahlian, serta keterampilan baik dalam mengajar, memotivasi anak didik, maupun penguasaan ilmu teknologi, minimal dapat mengoperasikan dasar-dasar computer. Dalam artian, disini tidak hanya meningkatkan sumber daya manusia dalam hal siswa, tetapi juga sumber daya manusia sebagai tenaga pendidik. Karena kualitas seorang pendidik akan menentukan kualitas anak didiknya.
Isi pendidikan guru dan hal-hal yang harus ada dalam diri seorang guru adalah keterampilan, etika, disiplin ilmiah (sesuai dengan spesialisasi kemampuannya), membuat program yang mempadukan teori dan praktek lapangan, menguasai teknologi, dan mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dimana ia bekerja (suasana sosial).[17][5] Jadi, dalam membangun pendidikan berkualitas bagi anak bangsa ialah memberikan pendidikan dini yang baik di lingkungan keluarga, memberikan pendidikan yang layak melalui bangku sekolah, serta memberikan peningkatan kualitas terhadap guru baik ilmu maupun moral.
Khusus untuk menyongsong era globalisasi yang makin tidak terbendung, terdapat beberapa hal yang secara khusus memerlukan perhatian dalam bidang pendidikan, berikut ini lima strategi dasar pendidikan dalam era globalisasi:
1.      Pendidikan untuk pengembangan iptek, dipilih terutama dalam bidang-bidang yang vital, seperti manufakturing pertanian, sebagai modal utama menghadapi globalisasi.
2.      Pendidikan untuk pengembangan keterampilan manajemen, termasuk bahasa-bahasa asing yang relevan untuk hubungan perdagangan dan politik, sebagai instrumen operasional untuk berkiprah dalam gloalisasi.
3.      Pendidikan untuk pengelolaan kependudukan, lingkungan, keluarga berencana, dan kesehatan sebagai penangkal terhadap menurunnya kualitas hidup dan hancurnya sistem pendukung kehidupan manusia.
4.      Pendidikan untuk pengembangan sistem nilai, termasuk filsafat, agama, dan ideology demi ketahanan social-budaya termasuk persatuan dan kesatuan bangsa.
5.      Pendidikan untuk mempertinggi mutu tenaga kependidikan dan kepeplatihan, termasuk pengelola sistem pendidikan formal dan non formal, demi penggalakan peningkatan pemerataan mutu, relevansi, dan efisiensi sumber daya manusia secara keseluruhan.
Pengaruh Pendidikan Bagi Pembangunan Sumber Daya Manusia

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhxviH2l-aLRLlRUXRhj7xEFJWlWr9EN5WJvmng5qCxDVidXtiL2xzJvyIRQEXWY6KoeUiqkZ61BncfzJVzV5bloB6W-XOPgGaBcFEYhHg-uRN9wVrStKRYhtMUPpUGaku1yD8pPu6NU47/s1600/2.jpg
TANPA PENDIDIKAN, DARI KECIL HINGGA TUA, AKAN HIDUP SEPPERTI INI.
Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sector pembangunan. Namun persepsi masyarakat pada umumnya pembangunan itu hanya semata-mata dalam lingkup material atau pembangunan fisik, seperti gedung jembatan, dan lain-lain. Pembangunan ekonomi dan indstri mungkin dapat memenuhhi aspek tertentu dari kebutuhan, misalnya kebutuhan sandang pangan. Kenyataan mmenunjukan bahwa banyak orang yang secara material cukup mampu, tetapi secara spiritual menanggung banyak masalah. Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun.
Pembangunan meliputi ikhtiar kedalam diri manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif, serta keterampilan kerja.Hasil penelitian di Negara maju umumnya menunjukkan adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan yang dialami seseorang dengan tingkat kondisi sosial ekonominya. Semakin tinggi pendidikan tingkat pendidikan seseorang, semakin baik kondisi social ekonominya. Jadi, hasil pendidikan dapat mnunjang pembangunan dan sebaliknya hasil pembangunan dapat menunjang usaha pendidikan. Artinya suatu  masyarakat yang makmur tentu lebih dapat membiayai penyelenggaraan pendidikannya ke arah yang lebih bermutu.[18][6]




BAB II
 Hakikat Matematika


2.1            Definisi Matematika

Untuk dapat memahami bagaimana hakikatnya matematika itu, kita dapat memperhatikan pengertian istilah matematika dan beberapa deskripsi yang diuraikan para ahli berikut: Di antaranya, Romberg mengarahkan hasil penelaahannya tentang matematika kepada tiga sasaran utama. Pertama, para sosiolog, psikolog, pelaksana administrasi sekolah dan penyusun kurikulum memandang bahwa matematika merupakan ilmu statis dengan disipilin yang ketat. Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai suatu usaha atau kajian ulang terhadap matematika itu sendiri. Kajian tersebut berkaitan dengan apa matematika itu? bagaimana cara kerja para matematikawan? dan bagaimana mempopulerkan matematika? Selain itu, matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu terhadap dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual. (Jackson, 1992:750).
Ø  Ernest melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga premis sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language, conventions and rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social processes are required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself will be understood to be social. (Ernest, 1991:42). Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. (Ruseffendi, 1988:160).
Ø  Bourne juga memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang dianut oleh kaum absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai mahluk yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga tujuan. (Romberg, T.A. 1992: 752).
Ø  Kitcher lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika. (Jackson, 1992:753). Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science of pattern.
Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa pengertian matematika. Di antaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.
Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental (1991:1). Dia mengatakan bahwa “mathematics look like a plural as it still is in French Les Mathematiques .Indeed, long ago it meant a plural: four arts (liberal ones worth being pursued by free men). Mathematics was the quadrivium, the sum of arithmetic, geometry astronomy and music, held in higher esteem than the (more trivial) trivium: grammar, rhetoric and dialectic. …As far as I am familiar with languages, Ducth is the only one in which the term for mathematics is neither derived from nor resembles the internationally sanctioned Mathematica. The Ducth term was virtually coined by Simon (1548-1620): Wiskunde, the science of what is certain. Wis en zeker, sure and certain, is that which does not yield to any doubt, and kunde means, knowledge, theory. . Dari sisi abstraksi matematika, Newman melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; 1) matematika disajikan dalam pola yang lebih ketat, 2) matematika berkembang dan digunakan lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan 3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep. (Jackson, 1992:755).
Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya Plato (427–347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM). Mereka mempunyai pendapat yang berlainan. Plato berpendapat, bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai seorang rasionalis. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St. Susento, 1996:20).
Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution (1982:12) yang diuraikan dalam bukunya, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).
Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian orang Indonesia memberikan plesetan menyebut matematika dengan “matimatian”, karena sulitnya mempelajari matematika. (Abdusysyakir, 2007:5). Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.(www.wikipedia.org) Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan Alwi, 2002:723)
Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika? Dalam benak saya, masak ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berpikir agak lama hampir mengalami kebuntuan dalam berpikir, akhirnya narasumber menjelaskan, bahwa Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.
Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan kecerdasan di bidang lainnya) sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami materi matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.
Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).
2. Matematika sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif.
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.
5. Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan-kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. Matematika adalah
queen of science (ratunya ilmu). (Sutrisman dan G. Tambunan, 1987:2-4)
Berdasarkan pelbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika di atas, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita seorang Muslim – terutama bagi pihak yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Melihat beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama di bidang sains dan teknologi. Bagi guru, dengan memahami hakikat definisi dan deskripsi matematika –sebagaimana tersebut di atas- tentunya memiliki kontribusi yang besar untuk menyelenggarakan proses pembelajaran matematika secara lebih bermakna. Diharapkan, matematika, tidak lagi dipandang secara parsial oleh siswa, guru, masyarakat, atau pihak lain. Melainkan mereka dapat memandang matematika secara “jujur” (baca: utuh) yang pada akhirnya dapat memacu dan berpartisipasi untuk membangun peradaban dunia demi kemajuan sains dan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi umat manusia. Lebih-lebih membawa dampak positif bagi umat Muslim, sehingga dapat merasakan kembali bagaimana peradaban Islam dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin. [ahf]

2.2             Karakterisrik Matematika

Ciri utama matematika adalah sebagai berikut:
a.         Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
b.         Memiliki Kajian Objek Abstrak.
c.          Bertumpu Pada Kesepakatan.
d.          Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
e.         Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
f.           Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.

2.3            Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika

Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan.
Pelajaran tentang struktur dimulai dengan bilangan, pertama dan yang sangat umum adalah bilangan natural dan bilangan bulat dan operasi arimetikanya, yang semuanya itu dijabarkan dalam aljabar dasar.
Ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi, kemudian belakangan juga digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memainkan peran sentral dalam teori relativitas umum. Mengerti dan mendeskripsikan perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung adalah suatu yang biasa dalam ilmu pengetahuan alam, dan kalkulus dibangun sebagai alat untuk tujauan tersebut. Konsep utama yang digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel adalah fungsi. Banyak permasalahan yang berujung secara alamiah kepada hubungan antara kuantitas dan laju perubahannya, dan metoda untuk memecahkan masalah ini adalah topik dari persamaan differensial. Untuk merepresentasikan kuantitas yang kontinu digunakanlah bilangan riil, dan studi mendetail dari sifat-sifatnya dan sifat fungsi nilai riil dikenal sebagai analisis riil. Untuk beberapa alasan, amat tepat untuk menyamaratakan bilangan kompleks yang dipelajari dalam analisis kompleks.
Agar menjelaskan dan menyelidiki dasar matematika, bidang teori pasti, logika matematika dan teori model dikembangkan. Bidang-bidang penting dalam matematika terapan ialah statistik, yang menggunakan teori probabilitas sebagai alat dan memberikan deskripsi itu, analisis dan perkiraan fenomena dan digunakan dalam seluruh ilmu.

BAB III
Matematika Sekolah

3.1              Definisi Matematika Sekolah

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan disekolah yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD & SMP) dan Pendidikan Menengah (SMU & SMK). Hal ini berarti, bahwa yang dimaksud dengan kurikulum Matematika adalah Kurikulum pelajaran Matematika yang diberikan di jenjang pendidikan menengah kebawah, bukan diberikan dijenjang pendidikan tinggi.
Matematika sekolah terdiri atas bagian – bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan – kemampuan dan membentuk peribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukan bahwa Matematika Sekolah tetap memiliki ciri – ciri yang dimiliki matematika yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola piker Deduktif, Konsisten.

3.2              Tujuan Pendidikan Mateamtika

Adapun tujuan dari pendidikan  matematika adalah sebagai berikut:
1.      Melatih cara berpikir  dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikian, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2.      Mengembangkan  aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3.      Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4.      Mengembangkan kemampuan  menyampaikan informasi atau meng­komunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

3.3              Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan Symbol sense

  1. Pola deduktif
Pola dedutif yaitu suatu cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut (Suriasumantri, 1988: 48-49).
Dengan kata lain, penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang merupakan kebalikan dari penalaran induktif. Contoh penarikan kesimpulan berdasarkan penalaran deduktif adalah :
            Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup (Premis mayor)
            Joko adalah seorang makhluk hidup (Premis minor)
            Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan).
Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah  menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya tidak sah. Ketepatan kesimpulan bergantung pada tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan
2.      Pola Induktif
Pola Induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai benyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Misalnya, jika kita ingin mengetahui berapa    penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit di Kabupaten Paser, lantas bagaimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan
tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan wawancara terhadap seluruh petani kelapa sawit yang ada di Kabupaten Paser. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai  penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit tersebut  di Kabupaten Paser, tetapi kegiatan ini tentu saja akan menghadapkan kita kepada kendala tenaga, biaya, dan waktu.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut :
  1. mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
2.       perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.
3.      mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
4.      perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.

Abstrak – Konkrit
Banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk menarik minat siswa dalam belajar matematika. Salah satunya adalah menunjukkan matematika yang abstrak kepada siswa agar bisa dinikmati dan dilihat siswa melalui pengaplikasian teori matematika dalam kehidupan sehari hari.
Mengajarkan matematika yang aplikatif kepada siswa, agar menjadi pelajaran yang mudah dipahami, bukanlah perihal gampang. Selain memerlukan kemauan diri pribadi siswa untuk belajar matematika, dukungan dari orangtua dan guru sangatlah penting. Orangtua dapat memberi dukungan moral maupun materil kepada anaknya sedangkan guru  matematika harus kreatif cara mengajarnya untuk menarik perhatian siswa dalam belajar matematika.
Tanpa disadari, teknologi  yang dinikmati siswa setiap hari adalah produk dari penerapan teori matematika, komputer salah satunya. Komputer merupakan perangkat elektronik yang menggunakan operasi matematika dalam menerjemahkan perintah. Sementara itu, komputer bisa membaca data dalam bentuk bilangan biner yang notabene bisa dihitung dalam mata pelajaran kalkulus. Hal ini bisa menjadi acuan guru dalam memberi stimulus dan menarik perhatian siswa sebelum mengajar tentang kalkulus di depan kelas bahwa dengan mempelajari bab ini siswa akan mampu menguasai bahasa yang digunakan komputer untuk membaca data. Siswa akan merasa tertantang untuk memahami bilangan biner ini sebagai bahasa komputer yang mereka sukai dan gunakan sehari-hari.
Contoh lain dari pembelajaran matematika dengan pendekatan konkret adalah ketika seorang guru mengajarkan pelajaran statistika. Biasanya guru langsung memberi rumus-rumus mengenai statistika tanpa contoh konkrit dalam kehidupan sehari hari. Siswa hanya dituntut mampu menghitung statistik suatu data melalui rumus yang telah diberikan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada pengujian dalam bentuk analisis terhadap kemampuan siswa. Siswa hanya melakukan operasi perhitungan seperti biasa. Padahal, guru bisa mengaitkan materi ini ke dalam kehidupan sehari-hari seperti perhitungan cepat suatu pemilihan umum. Setelah memahami bab statistika, guru bisa menguji melalui perhitungan cepat sederhana di sekolah mereka. Mereka tidak harus melakukan ulangan tertulis di dalam kelas. Cukup dengan instruksi perhitungan cepat pemilihan  ketua kelas, siswa bisa menerapkan semua teori–teori statistika yang mereka pelajari. Secara tidak langsung, guru telah menguji banyak kompetensi dasar dari kemampuan belajar siswa. Seperti, bagaimana siswa mengumpulkan data, menghitung data, dan menganalis data. Siswa akan merasa nyaman dengan pengujian seperti ini karena mereka terjun langsung ke lapangan dan melakukan tindakan konkret untuk materi ini.
Pengaitan materi matematika dalam kehidupan sehari-hari akan memudahkan siswa memahami matematika sebagai pelajaran yang konkret. Strategi ini akan sangat membantu untuk mengubah persepsi siswa yang menganggap matematika sebagai pelajaran abstrak. Guru harus bisa membiasakan diri mengajar dengan menghubungkan materi matematika dengan kehidupan sehari-hari agar siswa mampu menyerap dan menerapkan teori tersebut ke kehidupan nyata. Selain itu, siswa juga akan lebih tertarik mendalami matematika sebagai suatu cabang ilmu yang ilmiah dan berguna.
Number Sense dan Symbol Sense



Dalam menentukan   materi  matematika  untuk setiap jenjang  sekolah  akan lebih baik jika dipahami  benar materi  matematika  yang dapat  dipandang   sebagai  titik peralihan.  Tentu saja hal tersebut  terkait  erat dengan  tujuan  institusional   yang ditetapkan  untuk dieapai. Namun tidaklah  mudah  terlihat   materi yang dapat  dipandang   sebagai  titik peralihan. Banyak  mahasiswa  dan mahasiswi  pendidikan  tinggi yang tidak menyadari  materi matematika  yang merupakan  titik peralihan  dari "aljabar"  ke "kalkulus"  meskipun  telah terampil  menyelesaikan   soal kalkulus.
Dalam pelajaran  kalkulus  jelas  nanyak  dijumpai  bentuk-bentuk   aljabar  seperti  fungsi, polinom  atau suku banyak,  dan sebagainya.   Tetapi  kalkulus  sendiri  berbieara  tentang pendekatan-pendekatan    suatu  nilai yang diawali  dengan  bagian  hitung  differensial.   Ini hanya mungkin  bila ada materi peralihan  yang menjembatani   bagian  matematika  yang saru dengan  bagian  matematika  yang lain, guru dapat  mengatur pembelajarannya dengan  lebih berhati-hati.                                                                                                                            
Bagaimana  dengan  "Aritmetika"  dan "Aljabar"?   Aritmetika  dan aljabar   yang dimaksud adalah yang  menjadi  inti pelajaran  matematika  di jenjang  pendidikan  dasar,  bukan  dalam arti yang lebih tinggi seperti  "aritmetika  transfinit"  ataupun  "aljabar  abstrak".
 Dalam aritmetika  lebih ditekankan  pada sifat-sifat  bilangan.  Pad a aljabar,  meskipun  masih didominasi  oleh penggunaan   bilangan,  sudah  banyak digunakan  simbol-simbol   yang tidak langsung   berupa  bilangan.  Nah, adakah  materi atau obyek  matematika  yang menjadi  titik peralihan  dari aritmetika  ke aljabar?  Obyek matematika  yang dapat dipandang  sebagai titik peralihan  dari aritmetika  ke aljabar  adalah  "variabel"  atau sering juga disebut "peubah". Variabel  atau  peubah  adalah  suatu simbol atau tanda yang belum menunjukkan  anggota  tertentu  dari suatu himpunan. Himpunan  yang dimaksud  biasanya  masih hanya  himpunan  bilangan.  Notasi atau penulisan  variabel  itu dapat  beranekaragam.
Pada tahap awal tidak perlu  langsung  menggunakan   huruf, tetapi dapat  berupa tanda, misalnya   atau  atau .... , yang dapat  diucapkan   dengan  kata "berapa"?  Setelah  siswa memahami  kegunaan  tanda-tanda   itu barulah  diubah  menjadi  huruf n, m, x, y, dan sebagainya.  Penggunaan   huruf sebagai  variabel   akan semakin   banyak  dalam  pelajaran aljabar di SMP, yang umumnya  masih terbatas  diartikan  bilangan  yang belum tertentu atau  belum  diketahui.
Jadi, pada jenjang  sekolah  dasar  penekanan  materi pada aritmatika.  Akan tetapi,  karena pengetahuan  tentang  bilangan  tidak selalu dikaitkan  dengan  operasi  atau pengerjaan hitung, digunakan  istilah  "number  sense" atau "pemahaman   bilangan"  atau "kepekaan atas  bilangan".  Dengan  demikian  number  sense meliputi  hitung  menghitung  dan penggunaan  bilangan  yang tidak  perlu dijumlah  ataupun  dikurangi  dan sebagainya.
Penggunaan  bilangan  tanpa  pengerjaan  hitung itu dapat dijumpai  pada pemberian  nomor rumah, nom or telepon,  mementukan   perkiraan  tertentu  dan lain-lain.  Kegiatan  yang melibatkan  penggunaan  bilangan  seperti  itu belum banyak  muncul  di kurikulum  MI. Kalau di MI penekanan  kepada  "number  sense" maka di MTS atau SMP penekanan kepada  "symbol sense"  karena  simbol-simbol   yang tidak selalu  berarti bilangan  itu banyak digunakan  dalam  matematika  di MTS. Bagian ini merupakan  pendasaran  matematika yang teramat  penting  karena  dengan  aneka  ragamnya  semesta   memungkinkan matematika  digunakan  di berbagai  bidang  kerja atau keilmuan.  Penekanan  semacam  itu diperkirakan   masih akan terpakai  dalam  kurikulum  MI maupun  MTs yang akan berlaku cukup lama.




BAB IV
Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika


4.1. Arah pembelajaran dan pengembangan Peserta Didik  
Salah satu nilai matematika yang diajarkan di sekolah yang terpenting adalah kegunaannya dalam kehidupan riil. Dengan menunjukkan keterkaitan matematika dengan kejadian-kejadian dalam dunia nyata, maka matematika akan dirasakan lebih bermanfaat. Oleh karena itu, salah satu sasaran pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan matematika yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar Matematika lebih giat.
Apabila kemampuan siswa masih di seputar bagaimana melakukan perhitungan yang benar, bagaimana menyelesaikan soal-soal yang diujikan dalam ujian nasional (UN) yang tentunya didominasi dengan pertanyaan seputar perhitungan dan prosedural ansich, dan yang lebih parah kemampuan matematika siswa hanya didasarkan atas hasil akhir dalam lembar jawaban, maka harapan akan meningkatnya kualitas dan mutu kemampuan siswa di bidang matematika horisonal nampaknya masih harus berjuang keras untuk dapat terwujud. Pembelajaran matematika yang tidak membumi seperti ini tidak akan cukup untuk membawa generasi bangsa dalam menjawab tantangan dan persaingan global.
Terkait hal ini, Ipung Yuwono (2005:1) menawarkan model pembelajaran matematika secara membumi (PMB). Model ini diilhami karena selama ini, pembelajaran matematika banyak dipengaruhi oleh pandangan yang menganggap matematika sebagai alat bantu untuk pengetahuan lainnya yang mengakibatkan pola pembelajaran matematika menjadi terpusat pada guru. Guru yang baik adalah guru yang banyak menjelaskan konsep atau algoritma dengan gamblang dan memberikan cara penyelesaian soal-soal dengan cara singkat dan cepat. Proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tidak penting, yang utama adalah siswa dapat memperoleh hasil akhir dengan tepat. Pembelajaran demikian lebih menekankan pada “mindless drill” lebih mementingkan keterampilan prosedural dan meminggirkan pemahaman konsep.
Pembelajaran matematika secara membumi (PMB) yang digagas Yuwono (2005) merupakan desain pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme dan mengurangi beberapa kelemahan yang ada dalam pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme. Bentuk modifikasi adalah dengan menambahkan satu langkah pada empat langkah pembelajaran matematika yang mengacu pada pembelajaran matematika realistik. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut: 1) Memahami masalah kontekstual, 2) Menyelesaikan masalah konstekstual, 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan 4) Menyimpulkan.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dalam pembelajaran matematika secara membumi (PMB) adalah sama dengan langkah pada pembelajaran matematika realistik, namun masih ditambah lagi satu langkah kelima, yakni latihan keterampilan prosedural. Keterampilan prosedural ini dimaksudkan sebagai latihan siswa untuk menginternalisasikan rumus atau algoritma yang diperoleh pada saat pematematikaan vertikal. Dalam PMB, keterampilan prosedural ini diberikan setelah konsep didapat oleh siswa dan juga diwujudkan dalam bentuk tugas rumah yang berupa latihan mengerjakan soal-soal yang telah menjadi rutinitas siswa (Yuwono, 2005).
Dengan demikian, jika pembelajaran matematika dilakukan dengan pendekatan matematika realistik yang ditambahn dengan latihan keterampilan prosedural, maka diharapkan dapat memberikan dampak positif. Dampak positif yang dimaksud adalah berorientasi ganda, yakni memahami matematika secara konsep, memiliki kemampuan untuk bernalar dan pemecahan masalah dan memiliki keterampilan prosedural.  

4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya.       
A.    Ranah Kognitif
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan:
1.      Pengetahuan (Knowledge), yang disebut C1
Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan simbol-simbol matematika, terminologi dan peristilahan, fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip
2.      Pemahaman (Comprehension), yang disebut C2
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.
3.      Penerapan (Aplication), yang disebut C3
Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah abstraksi  matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu.
4.      Analisis (Analysis), yang disebut C4
Kemampuan untuk memilah sebuah informasi ke dalam komponen-komponen sedemikan hingga hirarki dan keterkaitan anta ride dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.
5.      Sintesis (Synthesis) , yang disebut C5
Kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur  yang unik dan system. Dalam matematika, sintesis melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari yang sebelumnya.
Kegiatan membuat penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara, atau metode. Evaluasi dapat memandu seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru dan cara baru yang unik dalam analisis atau sisntesis.

B.     Ranah  Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya. Bila seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Misalnya; perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar; (a) Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan. (b) Responding/ menanggapi. (c) Valuing/ penilaian. (d) Organization/ Organisasi. (e) Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai.
Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Receiving  juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu  objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Responding/ menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu idak dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk.
Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang  mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai.
Bentuk-bentuk aktivitas dalam pembelajaran matematika
1)      Menerima: Siswa menanyakan perbandingan perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.
2)      Menanggapi: Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru tentang perbandingan senilai.
3)      Menilai: Siswa melengkapi jawaban temannya yang di tampilkan di depan kelas.
4)      Mengelola: Siswa dapat mengubah bilangan persen ke bentuk decimal.
5)      Menghayati:  Siswa melengkapi catatan matematikanya serta membuat tugas yang diberikan guru.

C.     Ranah Psikomotor
Ranah Psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Adapun kategori dalam ranah psikomotor; (a) Peniruan, (b) Manipulasi, (c) Pengalamiahan, (d) Artikulasi.
Struktur dari taksonomi Bloom (setelah di revisi)
A.Struktur dari dimensi proses kognitif.
1. Mengingat
Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama
2. Mengerti
Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan, dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya:
a.       Interpreting (menerjemahkan)
b.      Exemplifying (Mencontohkan)
c.       Classifying ( Mengklasifikasikan)
d.      Summarizing (Meringkas)
e.       Inferring (Menyimpulkan)
f.       Comparing Membandingkan)
g.      Explaining (Menjelaskan)
3. Menerapkan
Melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam suatu situasi tertentu
4. Menganalisis
Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya.
5. Mengevaluasi
Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar
6. Berkreasi
Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru, termasuk didalamnya:
a.       Generating (hipotesa)
b.      Planning (Perencanaan)
c.       Producing ( Penghasil)
Kata Operasional dari dimensi proses taksonomi Bloom
         Mengingat - Mengenali, daftar, menjelaskan, mengidentifikasi, mengambil, penamaan, mencari, menemukan
         Memahami - meringkas, menyimpulkan, parafrase, mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan, mencontohkan
         Menerapkan - Menerapkan, melaksanakan, menggunakan, melaksanakan
         Menganalisis - Membandingkan, mengorganisir, dekonstruksi, menghubungkan, menguraikan, menemukan, penataan, mengintegrasikan
         Mengevaluasi - Memeriksa, hypothesising, mengkritisi, percobaan, penilaian, pengujian, Mendeteksi, Monitoring
         Menciptakan - merancang, membangun, perencanaan, menghasilkan, menciptakan, merancang, membuat

Jika isi adalah subjek-materi yang spesifik maka akan memerlukan banyak taksonomi karena ada materi (misalnya, satu untuk ilmu pengetahuan, satu untuk sejarah, dll). Kemudian, jika isi dianggap  ada di luar siswa, maka timbul permasalahan bagaimana untuk mendapatkan isi dalam siswa. Ketika isi di dalam siswa, itu menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Transformasi ini pengetahuan diperoleh melalui proses-proses kognitif yang digunakan oleh siswa. Sehingga dibedakan atas 4 jenis pengetahuan

1.      Pengetahuan faktual (Factual Knowledge)
Yaitu elemen dasar dimana siswa harus tahu akan berkenalan dengan disiplin atau memecahkan masalah di dalamnya. Termasuk di dalamnya pengetahuan terminologi dan pengetahuan tentang rincian spesifik dan unsur.
2.      Pengetahuan konseptual (Conceptual Knowledge)
Yaitu hubungan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersama-sama. Diantaranya: Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi, Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
3.      Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge)
Yaitu bagaimana melakukan sesuatu atau penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan keterampilan, teknik, dan metode. Diantaranya: Pengetahuan tentang subyek-keterampilan khusus, pengetahuan subjek-teknik khusus dan metode, pengetahuan kriteria untuk menentukan ketika untuk menggunakan prosedur yang tepat.
4.      Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge)
Yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi sendiri. Diantaranya: Pengetahuan strategis, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk sesuai kontekstual dan kondisi  pengetahuan, Pengetahuan dir

BAB V
KIAT GURU MATEMATIKA

5.1. Melihat Masa Depan     
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah) sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna bagi hidupnya. Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya.
Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan. Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.
Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses pembelajaran biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran.

5.2. Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
Meningkatkan kemampuan Guru matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri Guru yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Guru dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengembangkan berbagai metode dan strategi pembelajaran matematika serta dapat mengkombinasikan beberapa metode mengajar. Karena pada hakikatnya mengajar adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, cara berpikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar. Sehingga hasil akhir dari suatu proses pembelajaran adalah tumbuhnya kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif di masa yang akan datang. Jadi proses pembelajaran tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, tetapi bermakna prospektif dan berorientasi ke masa depan.
Unsur yang paling penting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa untuk belajar dalam berbagai macam cara yang mengarahkan pada tujuan. Akan tetapi, apapun subjeknya mengajar pada hakekatnya bukan hanya sekedar menolong siswa untuk memperoleh pengetahuan tingkah lakunya. Cara mengajar guru merupakan kunci bagi siswa untuk belajar dengan baik.
Untuk mencapai proses mengajar yang efektif dan efesien, tidak hanya di capai dengan metode yang bersifat “teacher center” atau pengajaran satu arah yang berpusat pada guru. Pembelajaran yang dilakukan seperti ini mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran. Salah satu penyebab kurang berpartisipasinya siswa dalam pembelajaran matematika di kelas adalah pendekatan yang kurang tepat yang digunakan oleh guru dalam mengajar.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mancari suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa aktif, berkualitas dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.           

5.3. Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik
A.    Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
1)      exposition-discovery learning
2)      group-individual learning
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
         Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
         Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
         Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
         Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
         Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
         Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
         Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
         Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
B.     Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan sisiwa. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan yang bersifat metodelogik, berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. (2) Pedekatan material adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa.

C.     Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang bersifat umum. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: ceramah; Tanya jawab; diskusi; belajar kooperatif; demonstrasi; ekspositori; penugasan; experimen; dan sebagainya.

1. Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu.

2. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok – pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan.

3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama.

4. Metode belajar kooperatif
Dalam metode ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Model belajar kooperatif yang sering diperbincangkan yaitu belajar kooperatif model jigsaw yakni tiap anggota kelompok mempelajari materi yang berbeda untuk disampaikan atau diajarkan pada teman sekelompoknya.

5. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat – alat bantu pengajaran seperti benda – benda miniatur, gambar, dan lain – lain.

6. Metode ekspositori atau pameran
Metode ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan.

7. Metode penugasan
Metode ini berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, meransang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi dlam metode ini sulit mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.

8. Metode eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.
IV. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.

TANTANGAN PENDIDIKAN GURU
6.1. Matematikawan dan Pendidikan Matematika
Matematikawan adalah seseorang yang bidang studi dan penelitiannya dalam bidang matematika.Istilah ini juga ditujukan kepada orang yang ahli ilmu Matematika.

Matematikawan :
1.Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780 - 850 M)

Beliau telah banyak menemukan teori dalam matematika.Al-Khawarizmi populer dengan sebutan Bapak Aljabar.Teori aljabar beliau tulis dalam kitabnya yang berjudul "Hisab Al-Jabr wal Muqabalah"atau buku tentang perhitungan, restorasi, dan pengurangan.Selain aljabar dan algoritma, persamaan kuadrat dan fungsi sinus adalah karyanya.Al-Kawarizmi juga dikenal sebagai seorang astronom dan ahli geografi.Beliau juga merupakan penemu angka nol yang kita kenal sekarang.
2.Rene Descartes (1596 - 1650)

Rene Descartes dikenal sebagai ahli filsafat modern pertama.Ia juga ahli fisika dan matematikawan. Descartes lahir di La Haye, Tourine, Perancis, tanggal 31 Maret 1596.Descartes, putra seorang ahli hukum yang lumayan kekayaannya.pada umur 20 tahun, ia mendapat gelar sarjanahukum (seorang sarjana hukum yang juga ahli matematika). Beliau menetapkan lokasi titik D pada bidang Cartesius adalah pada koordinatnya (x,y).
       Descartes menyelidiki suatu metode berpikir yang umum.Metode itu memberikan pertalian pada pengetahuan dan menuju kebenaran dalam ilmu-ilmu.karya matematikanya adalah La Geometrie, perkalian Cartesius atau produk Cartesius. Produk cartesius adalah himpunan semua pasangan berurut (x,y) dengan x anggota bilangan asli dan y anggota bilangan real.

Pada penelitian matematika secara umum tidak melakukan eksperimen. Di matematika, kebenaran diturunkan dari kebenaran lain yang telah diketahui sebelumnya. Kalaupun eksperimen dengan komputer dan data numeris terlibat, hasil akhir yang diharapkan adalah pembuktian teorema.Perhitungan bukanlah bagian besar dari penelitian matematika, dan matematikawan tidak perlu memiliki kemampuan hebat dalam menjumlahkan atau mengalikan angka.Lihat kalkulator mental tentang orang-orang yang hebat dalam melakukan perhitungan dalam kepalanya.Sebagian orang percaya bahwa matematika telah dimengerti secara keseluruhan, padahal masih banyak masalah yang belum terpecahkan.Penelitian di berbagai bidang matematika terus berlangsung, dan penemuan baru di matematika dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.Banyak jurnal yang memang khusus untuk matematika dan banyak juga mengenai subjek yang mengaplikasikan matematika (misalnya ilmu komputer teoritis dan fisika teoritis).
6.2.     Pendidikan Matematika
         Kualitas pendidikan matematika dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan persoalan yang dihadapi, di antaranya, selain kurikulum yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, adalah penerapan strategi pembelajaran yang dapat membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan prediksi pembelajaran masa kini dan mendatang. Pembenahan yang dianggap sangat mendesak, pertama, mengubah pembelajaran dari siswa belajar pasif ke belajar aktif.Meskipun hampir semua guru menyadari bahwa dalam pembelajaran, harus melibatkan siswa secara aktif, namun pada kenyataannya sering terjadi miskonsepsi, yaitu aktif berdasarkan pisik semata.Yang seharusnya, guru merancang pembelajaran yang menantang siswa untuk lebih aktif berpartisipasi, terlibat dalam diskusi dan penjelasan ide-ide, membuat dan memecahkan masalah secara kolaborasi untuk sampai pada pemahaman materi yang dipelajari.
         Peningkatan kualitas pendidikan matematika dimasa depan merupakan hal yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berorientasi pada peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun belum ada acuan, berbagai isu mengarah pada perlunya peningkatan kualitas pendidikan matematika di Indonesia. Dari sebuah artikel (AGMI, 2008) diungkapkan bahwa: data UNESCO menunjukkan peringkat matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara; Berdasarkan penelitian (PISA 2001), Indonesia menempati peringkat 9 dari 41 negara pada katagori literatur matematika; Sedangkan informasi dari majelis guru besar (MGB) ITB pada 16 Januari 2008, menyatakan bahwa peringkat Indonesia berada di bawah Malaysia dan Singapura.
Pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia masih perlu ditingkatkan.Selanjutnya, rendahnya peringkat prestasi matematika Indonesia dibandingkan Malaysia dan Singapura, juga ikut menjadi pembenaran bahwa masih perlunya pembenahan diberbagai komponen yang terkait dengan pembelajaran matematika.Berdasarkan data tersebut, skor yang diperoleh Indonesia (411), jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia (508) ataupun Singapura (605).Bahkan berdasarkan data pada TIMMS (1999), skor Indonesia berada di bawah rata-rata skor Internasional (467).
Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan matematika, di antaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia. Matematika selama ini sering diasumsikan dengan berbagai hal yang berkonotasi negatif, dari mulai matematika sebagai ilmu yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus, berhubungan dengan kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan realita, sampai pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin lengkap pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang dalam menyampaikan pelajaranya, galak, tidak menarik, bahkan cenderung menciptakan rasa takut dan tegang pada anak.Situasi semacam ini semakin menjauhkan rasa ketertarikan siswa dalam mempelajari matematika.Apa lagi jika siswa tersebut merasa dirinya memilikii kemampuan berfikir yang kurang dibandingkan teman-temannya.
Kedua, mengubah pembelajaran dari pandangan transmisi menjadi pandangan koneksi.Metode mengajar tradisional, disebut sebagai pendekatan transmisi, karena menekankan pada pemberian penjelasan yang diakhiri dengan mengecek ataupun mengoreksi kesalahan-kesalahan siswa.Sedangkan pandangan koneksi menekankan koneksi berbagai ide-ide matematika.Terdapat tiga perbedaan pandangan mendasar dalam pembelajaran. Pertama, yang semula memandang matematika hanya sebagai pengetahuan dan prosedur yang harus diajarkan, menjadi suatu keterkaitan ide-ide dan proses melakukan penalaran. Kedua, belajar yang semula dipandang sebagai aktivitas individu untuk menguasai prosedur melalui penjelasan guru, menjadi aktivitas berkolaborasi untuk memperoleh pemahaman dengan usaha sendiri. Ketiga, mengajar yang semula berupa penyampaian kurikulum secara terstruktur, menjelaskan materi, dan mengoreksi kekliruan siswa, menjadi menggali pengetahuan melalui dialog, menyajikan permasalahan tanpa diawali dengan penjelasan atau contoh, dan ketidakpahaman siswa dijadikan titik awal untuk pembenaran pengetahuan yang perlu dipahami siswa.
C.    Pendidikan Guru Matematika
Menjadi seorang guru matematika yang profesional harus menguasai subtansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yaitu matematika. Penguasaan subtansi keilmuan ini memiliki beberapa indikator yaitu memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika yang berkualitas tentunya membutuhkan sosok seorang guru profesional dalam semua aspek, baik keilmuan maupun sikap dan prilaku. Guru matematika yang profesional diharapkan dapat melahirkan sosok guru ideal sehingga mampu membimbing peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan dalam mempelajari matematika. Identifikasi guru matematika yang profesional yaitu guru matematika yang memiliki kompetensi profesional dalam berbagai aspek, diantaranya pengetahuan dan pendidikan matematika, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, profesi kependidikan matematika dan stabilitas pribadi.


BAB VII
TANTANGAN PENDIDIKAN GURU MATEMATIKA DIMALUKU


7.1. Tantang dan hambatan guru matematika di Maluku
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikanakan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu.Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia.Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Tantangan dan hambatan guru matematika khususnya di bagian timur atau Maluku bagaiman guru dapat memodifikasi metode dan model pembelajaran bagi peserta didik agar telihat menarik khusunya dalam pembelajaran matematika, dimana dalam pembelajaran yang dapat kita lihat didalam kelas siswa akan cepat  merasa bosan apa bila pembelajaran matematika yang dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, tanpa mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Untuk itu bagaimana seorang guru dapat membuat metode pembelajaran yang menarik dan dapat mengaktifkan siswa.
         Guru dituntut lebih kreatif dalam membuat suatu model pembelajaran, apalagi kita tahu bahwa siswa dengan mendengar “Mata Pelajaran Matematika” saja siswa sudah mulai merasa jenuh dan berfikir mata pelajaran yang membosankan dan membuat ngantuk, untuk itu guru dituntut agar lebih kreatif dalam membuat pendekatan pembelajaran didalam kelas agar tidak terjadi hal seperti itu.
7.2.      Solusi untuk meningkatkan kualitas guru dan peserta didik.
Setiap kali kita berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi.Pertama para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik.Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu.Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh.Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.
 
Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan demikian guru harus melakukan penelitian.Untuk ini perlulah anggapan sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
  Masih terlalu banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas yang sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan. Misalnya, langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang malas atau mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana mendorong peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya. Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
     Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.



DAFTAR PUSTAKA